Senin, 19 November 2012

GEOMAGNET


Metode magnetik merupakan salahsatu metode geofisika tertua yang mempelajari karakteristik medan magnet bumi. Sejak lebih dari tiga abad yang lalu telah diketahui bahwa bumi merupakan magnet yang besar. Bentuk bumi sendiri tidak benar-benar bulat dan material penyusunnyapun tidak homogen, hal ini mengakibatkan perubahan-perubahan pada lintasan garis gaya magnet. Penyimpangan inilah yang disebut anomali geomagnet. Metode magnetik mendasari survei geofisika dalam pencarian jebakan mineral dan struktur bawah permukaan bumi secara signifikan.


TEORI DASAR
Bumi sebagai benda magnet telah di kenal sejak lama. Prinsip dasar dari metode magnetik ini ialah Hukum tarikan Coulomb. Satuan kuat kutub ditentukan oleh syarat bahwa gaya magnetik (F) = 1 dyne cgs. Bila mana dua kutub terpisah 1 cm tanpa media seperti udara (nilai permeabilitas udara = 1). Kutub medan magnet (H) tersebut dinyatakan dengan 1 Oested atau Gaus.

Gaya Magnet (F)
Menurut hukum Coulomb untuk kutub magnetik, jika dua buah kutub magnet m1 dan m2 yang terpisah sejauh r, maka akan timbul gaya di antara keduanya sebesar:

F= (m1 m2/µr2)r1


Dimana: F = Gaya dalam dyne terhadap m1 dan m2
               µ = Permeabilitas magnet
                r = Jarak antara dua kutub m1 ke m2

Konstanta µ = permeabilitas tergantung sifat magnet dari medium di mana kutub tadi berada. Satuan kutub magnet m1 dan m2 disebut magnet yang memiliki daya. Satuan daya atau kekuatan kutub ditentukan F=1 dyne, bila dua satuan kutub dipisahkan oleh jarak 1 cm, dan berada dalam suatu medium yang non magnetic misalkan udara, maka µ = 1


Jika muatan yang berinteraksi lebih dari dua buah, maka gaya magnet totalnya adalah:





Jika kedua benda memiliki arah garis gaya magnet yang berlawanan arah, maka kedua benda akan saling tarik menarik.

Kuat Medan Magnet (H)
Kuat medan magnet yang dinyatakan dengan (H) di suatu titik di definisiksn sebagai gaya persatuan kutub yang bekerja pada suatu kutub dengan kuat medan magnet pada titik yang berjarak r dari kutub m adalah:




 
Medan magnet tersebut umumnya dinyatakan sebagai garis-garis gaya yang menunjukan medan magnet. Besaran H dinyatakan dalam oersted yaitu dyne persatuan kutub dan yang dinyatakan dengan jumlah garis gaya magnet. Jadi makin besar gaya magnet maka makin banyak garis gaya magnet tersebut (dalam CGS).
 
Momen Magnet (M)
Satuan kutub terdiri dari kutub +m dan –m saling berlawanan arah yang dipisahkan oleh jarak l, maka moment magnetiknya dapat didefinisikan sebagai berikut:

M = F.l

M = ml r1 = M  r1

+m=-m
 
 Intensitas Magnet (I)
Suatu benda magnetik ditempatkan dalam suatu medan magnet luar, maka benda tersebut akan termagnetisasi oleh medan magnet luar tersebut (terimbas). Benda yang terimbas oleh medan magnet luar tersebut akan memiliki intensitas dan arah kutub yang sama dengan medan yang mengimbas. Secara matematik di definisikan dalam momen magnet persatuan volume, yaitu:



 
Intensitas magnet selalu mengarah kepada medan magnet yang mengimbasnya, kekuatannya sama dengan medan yang mengimbasnya.

Kerentanan / Magnetik Suseptibility (k)
Suatau benda / material diletakkan pada medan magnet luar (H), maka intensitas magnetik (I) akan berbanding lurus dengan kuat medan luar yang menginduksinya. Jadi suseptibilitas dapat diasumsikan sebagai kemampuat suatu benda / material untuk terinduksi oleh magnet luar, yang didefinisikan sebagai berikut:



 
Dimana k=0 untuk ruang hampa.

Dari persamaan di atas, suseptibilitas merupakan besaran yang menyatakan kemampuan suatu batuan/mineral dalam memberikan respon terhadap medan magnet luar. Kemampuan suatu benda untuk terinduksi, tergantung pada batuan atau mineral yang menyusunnya. Dimana “k” dinyatakan dalam satuan “cgs” sebagai 10-6 emu/ cc atau cgsu.

1 cgsu = 4µ(10-3) SI                                                             1SI=1/4 µ cgs

Induksi Magnet (B)
Kutub magnet pada suatu benda  / material yang terimbas oleh medan magnet luar (H) akan menghasilkan medan magnet itu sendiri H’, kemudian di hubungkan dengan intensitas magnet I ditunjukan oleh rumus:

H’=4π I

 Induksi magnet (B), didefinisikan sebagai medan magnet total dalam suatu bidag magnetik. Merupakan penjumlahan dari kuat medan magnet luar dan medan magnet dalam, dengan rumus:

B=H+H’ atau B=H+4πI

Dengan menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan sebelumnya, maka diperoleh:

B=H+4kH = (1+4µk)H maka B=µH

Dimana µ = Permeabilitas medium

Permeabilitas medium merupakan suatu ukuran modifikasi oleh induksi pada gaya tarik atau gaya tolak antara kutub magnetik.



 
Dimana:  µ = Permeabilitas medium
               B = Induksi magnet
               H = Medan magnet
               K = Kerentanan magnet (Magnetic Suceptibility)


Hysteresis Loop (Lengkung hysteresis)
Hysteresis loop ini menunjukan tentang hubungan B dengan H kedua besaran ini dapat menjadi rumit pada bahan-bahan magnet yang banyak mengandung mineral-mineral ferromagnetic, seperti di tunjukkan pada gambar berikut ini:
 
Bila suatau benda magnetik dimagnetisasi, B akan meningkat sesuai dengan bertambahnya H, sehingga cenderung mendatar karena kejenuhannya. Bila secara perlahan-lahan medan magnet di tiadakan, penurunan kurva tidak melintasi kurva yang sebelumnya dan menuju nilai B positif saat H=0. ini di kenal sebagai magnetisasi sisa (residual magnetism) dari benda tersebut. Ketika H di kembalikan, maka B menjadi 0 pada H yang negatif, dikenal sebagai gaya paksaan (coercive force).

Sebagian dari kurva histeresis diperoleh pada posisi H yang lebih negatif, sehingga kejenuhan magnetisasi tercapai kembali dan kemudian mengembalikan H pada posisi saat kejenuhan positif semula. Sepanjang sumbu tegak dengan lintasannya pada kurva, dapat ditentukan pengkutuban magnet induksi pada saat medan magnet dihilangkan. Sedangkan pada sumbu datar, yang di tentukan adalah berapa besar medan magnet yang berlawanan diperlukan untuk meniadakan induksi magnetik.

Sifat-sifat Kemagnetan Batuan dan Mineral
Kekuatan batuan / mineral untuk terimbas oelh medan magnet luar dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, tergantung dari atom-atom penyusunnya, seperti Diamagnetik, Paramagnetik, Ferromagnetik, ferrimagnetik, dan Antiferromagnetik. Di bawah ini merupakan penjelasan dari masing-masing bagian.

1.      Diamagnetik
Batuan yang berkategori diamagnetik mempunyai harga suseptibilitas (k) negatif, sehingga intensitas imbasan dalam batuan / mineral tersebut memberikan efek magnet lemah dan mengarah berlawanan dengan gaya medan magnet tersebut. Hal ini terjadi karena dalam batuan yang mempunyai kulit electron yang telah jenuh atau tiap electron telah memiliki pasangan, sehingga electron tersebut akan berpresisi jika mendapat medan magnet luar (H). Contoh batuan diamagnetik antara lain: Marmer, Grafit, Bismut, Garam, Kuarsa, dan Gipsum atau Anhidrit.

2.  Paramagnetik    
Batuan / mineral paramagnetik mempunyai susceptibilitas batuan (k) positif dan sedikit lebih besar dari satu. Interaksi antar atomnya lemah, karena kulit electron terluar belum jenuh (tidak berpasangan). Electron-electron tersebut akan mengisi tempat yang kosong terlebih dahulu sebelum berpasangan.
Adapun momen magnetik batuan paramagnetik ini menyebar secara acak seiring perubahan suhu. Tetapi bila diberi medan magnet luar, momen magnetnya akan searah dengan medan magnet luar, sehingga memperkuat medan magnet luar. Contoh batuan jenis ini antara lain: Piroksen, Olivin, Granit, Biotit dll.

3.   Ferromagnetik
Besi, Cobalt, Nikel merupakan bahan / mineral yang bersifat ferromagnetik. Atom-atom penyusunnya mempunyai momen magnet dan interaksi antar atom-atom tetangganya begitu kuat, sehingga momen semua atom dalam suatu daerah mengarah sesuai dengan medan magnet luar yang diimbaskan.
Bahan magnetik yang bersifat ferromagnetic lebih banyak memiliki kulit electron yang hanya diisi oleh satu electron dibandingkan batuan yang bersifat paramagnetik, sehingga material ferromagnetik akan lebih mudah terinduksi oleh medan magnet luar.

4.       ferrimagnetik
Pada umumnya mineral dengan sifat kemagnetan tinggi di alam bersifat ferrimagnetik. Bahan-bahan dikatakan ferrimagnetik bila momen magnet pada dua daerah magnet saling berlawanan arah satu sama lain, tetapi garis gaya magnet tidak nol saat H=0. Ini menunjukan adanya gaya magnet yang lebih kuat yang mendominasi daripada yang lainnya.

5.      Antiferromagnetik
 Suatu bahan mineral akan bersifat antiferromagnetik pada saat kemagnetan benda ferromagnetic naik sesuai dengan kenaikan temperatur yang kemudian hilang setelah temperatur mencapai titik Curie (4000C-7000C). Harga momen magnetik sangat kecil hingga nol, karena momen magnet saling tolak-menolak dan berlawanan arah. Nilai suseptibilitasnya (k) sangat kecil seperti batuan / mineral yang bersifat paramagnetik, misalnya hematite.

Susceptibilitas Magnet pada Batuan dan Mineral
Mineral ferrimagnetik merupakan sumber utama dari anomali magnetik lokal, telah dilakukan percobaan untuk membuat persamaan hubungan antara susceptibilitas batuan dengan konsentrasi Fe3O4. Kemagnetan pada batuan sebagian di sebabkan oleh imbasan dari suatu gaya magnet yang berasosiasi dengan medan magnet bumi dan sebagian dari kemagnetan sisa. Kemagnetan imbas suatu formasi batuan merupakan suatu fungsi darikerentanan magnet volume k( volume mgnetic susceptibility), serta besar dan arah dari magnet yang mengimbas.
Suatu benda yang mudah terimbas oleh medan magnet luar memiliki kerentanan magnet yang tinggi. Unsur-unsur yang mengontrol kerentanan magnet batuan diantaranya adalah jumlah serta ukuran butir dan penyebaran mineral ferrimagnetik yang terkandung.
Harga kerentanan magnet (k) untuk tiap sampel batuan berbeda-beda. Batuan beku dan batuan metamorf pada umumnya mempunyai harga “k” yang relatif besar dibandingkan dengan sedimen. Batuan basa dan ultrabasa mempunyai harga “k” paling tinggi, batuan gunung api asam dan batuan metamorf mempunyai kerentanan magnet sedang hingga rendah, dan batuan sedimen pada umumnya mempunyai kerentanan magnet yang sangat rendah.

Kemagnetan Sisa (Remanent Magnetism)
Kemagnetan batuan bergantung pada medan magnet yang dimiliki bumi dan kemagnetan batuan / mineral itu sendiri. Kemagnetan sisa yang terjadi saat pembentukan batuan disebut kemagnetan sisa alami (Natural Remanent Magnetism / NRM) dan di bagi menjadi dua bagian yaitu:

1.      Kemagnetan sisa alami primer. Terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:   
a)      Kemagnetan Sisa Kimia (Chemical Remanent Magnetism / CRM)
Kemagnetan sisa kimia terbentuknya ketika ukuran butiran batuan magnetik mengalami perubahan (rekristalisai), sebagai akibat proses kimia pada temperatur jauh dibawah titik Curie (4000C-7000C) dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
b)     Kemagnetan Sisa Panas (Thermoremanent Magnetism / TMR)
Kemagnetan sisa panas terbentuknya ketika batuan beku mengalami pendinginan dari proses pemanasan. Dalam beberapa hal TRM dapat berlawanan arah dengan medan magnet bumi.
c)      Kemagnetan Sisa Detrial (Detrial Remanent Magnetism / DRM)
Kemagnetan sisa detrial terjadi pada saat pembentukan batuan sedimen yang mengandung mineral ferromagnetik.

2.      Kemagnetan sisa alami sekunder .Terjadi karena proses kimia, terdiri dari:
a)      Kemagnetan Sisa Viskos (Viscous Remanent Magnetism / VRM)
Terbentuk oleh imbasan medan magnet luar secara terus menerus dengan temperatur yang berubah-ubah.
b)   Kemagnetan Sisa Panas Tetap (Isotheral Remanent Magnetism / IRM)
Berasal dari suhu tetap yang mendapat imbasan medan magnet dari luar secara sesaat.
c)   Kemagnetan Sisa Deposisional (Depositional Remanent Magnetism)
Merupakan kemagnetan sisa yang terjadi selama pengandapan butiran batuan dalam suatu lembah atau cekungan yang mendapat imbasan medan magnet bumi.

Medan Magnet di Alam       
Jarum magnet selalu berorientasi pada setiap titik di sepanjang permukaan bumi. Anomali magnet memiliki arah dan besarannya sendiri yaitu Inklinasi (I), Deklinasi (D), Medan magnet tegak (Vertikal Magnetic Field / Z), Medan magnet datar (Horizontal Magnetic Vield / H), dan Medan Magnet Total (Total Magnetic Vield / F).
Pada gambar di bawah ini dapat dilihat hubungan geometris antara Inklinasi, Deklinasi, magnet datar dan medan magnet total.

Dimana : Y = Utara Geografi
H = Magnet Horizontal / Utara / Meridian magnet setempat (Local Magnetic Meridian)
X = Timur Geografi
Z = Magnet Tegak
T = Magnet Total

Hubungan geometriknya adalah sebagai berikut:
H = T Cos I
Y = H Cos D
Z = T Sin I
X = H Sin D
X2 + Y2 + Z2 + = H2 + Z2 = T2

Dimana : I = Sudut inklinasi (Sudut yang dibentuk oleh utara magnet dan magnet total)
               D= Sudut  deklinasi  (Sudut  yang  dibentuk  antara  utara  geografi  dan utara
                      magnet)
               T = Magnet total = Magnet bumi

Dalam satuan S.I (Sistem Internasional) H adalah dalam Ampermeter (Am-1), dalam sistem cgs, H dinyatakan dalam Oersted. Kuat medan magnet (H) suatu bahan tergantung dari sistem atom-atom penyusun bahan itu sendiri. Dan kuat medan magnet yang terukur di permukaan bumi 90% berasal dari dalam bumi internal field), sedangkan sisanya 10% adalah medan magnet dari kerak bumi (eksternal field).

MAGNETOMETER
GSM 19T adalah peralatan standar proton magnetometer / gradiometer yang dirancang  supaya bisa di bawa-bawa dengan mudah atau di gunakan sebagai base station sebagai alat  pengamatan  metode geofisika yang berhubungan dengan medan magnet bumi, dan dapat juga di aplikasikan untuk pengamatan geoteknik , eksplorasi arkeologi, pengamatan medan magnet, penelitian gunungapi, dll.



Gambar dari bagian-bagian peralatan Overhauser Magnetometer GSM-19T

 AKUISISI DATA
Data dilapangan  meliputi posisi titik  pengamatan, serta  nilai medan magnet total bumi dengan satuan nano tesla (nT) dari hasil pengukuran alat Magnetometer di lapangan dan di Base Station.

Base Station
Base station berfungsi sebagai pengamatan medan magnet disatu tempat secara berkesinambungan dengan cara menempatkan alat magnetometer di suatu tempat yang relatif rendah dari gangguan dan tidak berpindah-pindah dengan setingan pembacaan waktu tertentu. Di bawah ini merupakan contoh kurva dari pembacaan di Base station:
Field Acquisition
Selain data base, yang utama adalah data lapangan yang didapat dari hasil pengamatan dengan menggunakan alat magnetometer di titik tertentu pada area yang diinginkan, suapaya dapat diketahui penyebaran nilai anomalimagnetnya di daerah tersebut, seperti contoh gambar di bawah ini: